Wednesday, November 11, 2015

Sekuntum bunga mawar (Part 2)

Setahun sudah perkenalanku dengan pria jangkung, surat suratnya tetap kuterima dan kami pun saling berbalasan surat. Aku hampir memenuhi lemari kecil yang baru kubeli itu dengan surat surat dari pria jangkung. Kuteruskan lamunanku tentang si pria jangkung dan mawar merah, sembari meneguk secangkir demi secangkir teh yang baru kubuat di kursi santaiku.

Aku telah menyelesaikan studiku di tanah Jawa dan aku kembali ke kampungku untuk menemui orang tuaku dan memberi kabar bahwa aku telah diterima bekerja di perusahaan asing milik orang Belanda di Pulau Jawa. Liburanku masih ada seminggu untuk menikmati kampung halamanku, surat surat dari pria jangkung dan berbagai hadiahnya kusimpan dengan rapi di lemari kecil di kamarku. Orang tua ku pun telah tahu bahwa aku sering mendapat kiriman surat yang kukatakan dari sahabat pena. 

Kampungku masih sangat terpencil, setelah naik kapal dan sampai di tepi pantai masih harus naik motor setengah jam untuk sampai ke kampungku. Cuacanya masih sejuk, banyak pepohonan dan orang orang disini banyak bekerja sebagai petani dan nelayan. Walau kami orang miskin, makanan sayur dan lauk kami tidak kalah enak dan bergizi dari orang kota.

Tiba tiba ada ketukan pintu di depan rumahku,. "Hello, ada orang di rumah, Windy ada di rumah?" Hatiku dag dig dug, suaranya berbahasa indonesia seperti orang bule yang baru belajar bahasa indonesia. "Win, coba kemari siapa tuh yang nyariin kamu? kok ada orang bule di kampung kita?" Ujar ibuku mengintip dari jendela. Jantungku serasa mau copot, si pria jangkung!!! "Bu, itu yang sering mengirim surat kepadaku yang kubilang sahabat penaku " jawabku. " Oh ya? ayo persilahkan masuk dan buatkan minuman teh wedang jahe untuknya, kasihan datang dari jauh jauh." Ibuku menambahkan. 

Akhirnya kupersilahkan dia masuk ke rumah kami yang sederhana ini, waduh pria jangkung ngapain kesini? dan sudah bisa berbahasa indonesia. Perasaanku bercampur aduk, antara bahagia, bingung, terkejut, lengkap semua. 

Walau dia sudah bisa berbahasa indonesia, kami masih lebih sering mengunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi. Dia bercerita bahwa dia sedang melakukan penelitian dan petualangan ke Indonesia, dan dia sangat rindu denganku, ingin menemuiku, jadi diupayahkan berbagai cara agar bisa menemuiku. Dia juga mengajak untuk pergi ke pulau dewata Bali berlibur bersama dan dia akan kembali ke Amrika sebulan lagi. Dia berkata benar benar ingin menikmati sebulan di Indonesia ini dan melepaskan kerinduaannya kepadaku.

"Udah gila ya si bule ini?"pikirku dalam hati. Tapi apa boleh buat, aku terlanjur memberi harapan kepadanya, terlalu sering aku membalas surat surat darinya dan menceritakan kabar dan kemana aku akan pergi di dalam surat. "Ya udah, kutemani berjalan jalan di kampungku selama seminggu ini dan minggu depan aku udah harus berangkat ke pulau Jawa, sudah mau kerja." Jawabku. 

Selama seminggu si pria jangkung tinggal di rumahku, dan itu membuat heboh warga sekampung. Ada yang meminta ayahku untuk segera mengawinkanku kepadanya, ada pula yang memberitahu ibuku untuk berhati hati pada orang Bule. 

Ternyata si pria jangkung sedang melakukan penelitian geologi dan sebentar lagi akan lulus dan menjadi geolog, jadi untuk tugas akhir study nya dia memilih Indonesia, selain tanahnya subur dan banyak gunung merapi juga bisa menemuiku. Iya, sudah 3 tahun lebih sejak pertemuan pertama kami, aku juga sudah lulis dan akan segera bekerja.

Dia bercita cita ingin menjadi geolog dan mungkin akan bekerja di perusahaan penambangan di Amerika, dia pun mengajak diriku untuk ikut denganya, dia berkata bahwa dia seriua dengan hubungan kita, dan tujuannya kali ini, sekaligus ingin meminang dan meminta izin dari kedua orang tua ku. 

Aku susah menjawabnya, karena dia juga belum lulus dan aku juga belum berpenghasilan dan bagaimana uang yang telah orang tuaku keluarkan untuk membayar kuliahku? rasanya terlalu cepat bila aku menikah sekarang, umurku baru 22 tahun, dan si pria jangkung baru 25 tahun. 

Kukatakan kepadanya tentang pemikiranku, akhirnya dia mengerti dan kami pun berangkat ke pulau Jawa, dia melakukan tugas geologinya dan aku bekerja, hanya di sabtu minggu kami bisa jalan jalan bareng dan dating. Sebulan berlalu dan ini waktunya dia kembali ke Amerika, dihadiahkan cincin emas berlian kepadaku dan dia berkata bahwa dia akan segera menjemputku untuk menjadi pengantinnya.

Kenangan terakhir kami kali ini adalah dia melamarku di pulau dewata Bali, suasana romantis perasaan ini akan kuingat selamanya. Aku pun tak berharap banyak, karena masih banyak yang kupertimbangkan, belum lagi keluarga besarku, ini akan menjadi buah bibir bagi mereka. Yah begitulah, aku hanya bisa berserah kepada Tuhan, jika ini memang jalanku aku akan jalani dengan berani dan tegar. 

"Bangun, bangun, eh nenek Windy, it's lunch time." Wah, sudah tua aku ini, melamun sampai ketiduran, pikirku dalam hati. Kami melanjutkan makan siang dengan menu yang dimasak Wills, suamiku yang ini memang jago memasak, menu hari ini adalah chicken roaster dan kentang goreng disertai bumbu barbeque,.akupun makan dengan lahapnya.

No comments:

Post a Comment