Usiaku sudah mulai senja, diriku yang kini memasuki usia 80an, sudah sering sakit sakitan, rhematik, tidak tahan jika musim salju sudah datang. Lebih kasihan lagi suamiku William, dia benar benar sudah kelihatan tua sekarang, terkadang sudah mulai pikun dan mulai sering emosional, matanya pun mulai kabur, kini Wills sudah berumur 83tahun, 7 tahun lagi menuju umur 90tahun.
Untungnya, kami memilikki banyak cucu, cucuku ada yang sudah di senior high school, ada yang sudah masuk university, ada yang bahkan sudah menikah, dan ada yang bekerja sebagai nurse ada juga yang sebagai doctor. Jika mereka sudah berkumpul, rasanya semangat muda muncul kembali, banyak hal yang mereka ceritakan, seakan dunia ini sangat berbeda dengan saat kita masih muda.
Sekarang sudah ada eskalator dan lift di mana mana, yang sampai sekarang aku masih merasa ngeri jika berhadapam dengan hal ini, jika bukan Wills dan anak anak yang menemani rasanya aku lebih suka duduk di kursi santaiku sambil mencari dan menanam bibit bibit baru tanaman di tamanku, lebih santai dan sangat menyenangkan.
Setahun sesudah lamaran pria jangkung itu, dia benar benar kembali ke indonesia untuk mempersunting aku menjadi istrinya, kami pun menuju ke kampung untuk memohon restu dan menikah secara adat di sana. Keyakinanku pun telah teguh memilih dia sebagai suamiku, walau banyak keluarga yang memperingatkan aku agar jangan menikah dengannya, menurut mereka orang bule gampang sekali kawin cerai dan berganti ganti pasangan. Tetapi, telah kutetapkan hatiku memilihnya, dan Wills pun benar benar meyakinkanku bahwa dia akan mencintai dan setia kepadaku hingga akhir hayatnya. Iya, pria jangkung itu adalah Wills, William yang kini kelihatan sudah sangat tua.
Saat itu Indonesia, masih belum ketat soal birokrasi, masih dipimpin oleh presiden pertama RI, kami masing masing masih boleh memegang warga negara masing masing. Aku boleh tinggal di Amerika dan mendaptkan green card serta hak tinggal disana karena aku menikahi warga negara sana. Jadi, kami memutuskan untuk tinggal di Negara Amerika dan membentuk keluarga disana, karena Wills lah kepala keluarga, dia yang akan bekerja dan tentu perusahaan Amerika memberikan gaji yang lebih besar. Sedangkan, aku fasih berbahasa Inggris dan Belanda, tentu tidak susah jika ingin membuka usaha kecil kecilan atau bekerja disana.
Orang tua pun akhirnya mengizinkan kami menikah dan dilakukanlah pernikahan adat terlebih dahulu. Di Amerika nanti, kami akan menikah di gereja dan diberkati oleh pastor disana.
Kami menikah dan memilih tinggal di Texas, negara bagian Amerika yang memilikki hasil pertambangan minyak bumi. Aku bekerja di salah satu perusahaan swasta disana, dan Wills bekerja di perusahaan pertambangan minyak bumi. Kadang dia bisa pergi ke mana saja, bisa ke Kuba, ke Eropah, ke negara asia, bahkan ke Indonesia, jika dia ke Indonesia aku akan ikut bersamanya sekalian pulang kampung.
Begitulah kehidupan kami, kami jalani bersama dan dikaruniai 3 Orang anak, ketiga tiganya adalah Putra, dan sekarang kami tinggal di sebuah kota kecil di Amerika. Savannah, Georgia menjadi pihan kami untuk menghabiskan masa pensiun, terkadang kami juga tinggal Atlanta. Anak anak sering mengunjungi kami di negara bagian Amerika, Georgia. Mereka ada yang tinggal di Los Angles, Honolulu dan Georgia yang paling dekat dengan kami.
No comments:
Post a Comment